Minggu, 06 Juli 2014

MENUJU KAMPUNG PEMERDEKAAN PAPUA DENGAN MEMBANGUN MASYARAKAT SIPIL DARI AKAR-AKARNYA

STRATEGI KONTEMPORER YPM PAPUA

MENUJU KAMPUNG PEMERDEKAAN PAPUA DENGAN MEMBANGUN MASYARAKAT SIPIL DARI AKAR-AKARNYA

OLEH
DOMAIN YSKP - PAPUA BARAT


Rujukan;
Sebagai bacaan dasar bagi pengurus kampung, aktivis sosial, pemimpin kepala daerah, arsitek, perancang kota, dan kalangan ilmu-ilmu sosial

        Pentingnya “Merdeka” sebagai cita-cita luhur manusia kiranya tidak perlu diterangkan. Tetapi bahwa kini di alam Papua Barat yang dibawa masuk ke pangkuan Ibu Pertiwi untuk disebut sebagai bagian integral Indonesia “Merdeka”, masih memerlukan “Pemerdekaan”, yang agaknya perlu di perjuangkan. Perjuangan “Pemerdekaan” itu menunjang nilai-nilai “Merdeka” dalam cakupan orang Papua yang ideal substansial, sebagaimana yang diperjuangkan dalam konsep “legal formal” maupun “Merdeka” dari pranata-pranata (masyarakat) yang buas-menindas. Baik yang berasal dari nenek moyang bangsa Papua sendiri (feudal-primodial-tradisional) maupun dari asing (kapitalis-kolonialis-imperialis) untuk menggantikannya dengan pranata yang beradab-berkeadilan. Karena setelah lebih dari 50 tahun dibawah kekuasaan Kolonial Belanda, Jepang, dan Indonesia yang membawanya sebagai bagian integral Indoensia yang “Merdeka” dalam kemauan Indoensia, yang dianggap legal formal, akan tetapi masalah sosial-ekonomi-budaya-politik bangsa Papua Barat masa kini dan zaman Kolonial dulu (secara ideal substansial) ternyata tidak jauh berbeda, hanya berganti rupa, yang pertama: menjadi militerisme, premanisme, sukuisme, KKN… dan yang kedua: menjadi perusahaan besar nasional, muliti nasional, trans nasional… proto tipe pelaku-pelakunya juga sama: sejumlah kecil elite penikmat (pengusaha, politis, jendral,) disatu pihak: mayoritas korban penderita (petani, buruh, nelayan, pekerja kasar, pegawai rendahan, guru…) di pihak lain.
        Catatan refleksi Papua ini mengajak serta pembaca untuk ikut serta memungkinkan bangsa Papua keluar dari reproduksi pranata yang buas-menindas ini. Bukan melalui retorika gegap gempita, ataupun bermain politik dengan kaum elite, melainkan dengan menanamkan akar-akar pranata yang beradab-berkeadilan di bumi nyata, dengan belajar dan membangun bersama dengan rakyat di kampung-kampung. Sebab, mayoritas bangsa Papua tinggal di kampung-kampung karena kampung sebagai satuan kecil pemukiman dan masyarakat sekaligus merupakan benteng terakhir pertahanan rakyat dari kekuatan-kekuatan yang bias-menindas. Dari sanalah demokrasi sebagai landasan pranata beradab-berkeadilan yang dicita-citakan bangsa Papua, semestinya dibangun, catatan refleksi ini tidak bertolak belakang dari teori atau konsep abstrak, melainkan dari pengalaman yakni kunjungan dan survey ke sebagian praktik observasi nyata yang kami lakukan guna menemukan model menuju kampung pemerdekaan Papua Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar