Jumat, 04 Juli 2014

NARASI KAIN TIMUR – BO – DI WILAYAH KEPALA BURUNG PAPUA BARAT

A. ASAL MULA MASYARAKAT KEPALA BURUNG MENGENAL KAIN TIMUR DAN DIPAKAI SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN HARTA MAS KAWIN (ADAT). 

       Perlu diketahui bahwa kain timur/kain adat (bo) merupakan warisan nenek moyang leluhur yang mempunyai nilai sakral yang sangat tinggi. Dalam lekuk motif khas yang ditenun itu memiliki kelembutan dan juga memiliki kombinasi warna tertentu saja, (contohnya, warna merah, kuning, biru, putih dan hijau toska). Dengan demikian, saya merasa sangat penting untuk mengangkat Budaya yang dimiliki oleh beberapa suku tertentu di wilayah kepala burung Provinsi Papua Barat. Saya tergerak untuk menghidupkan dan melestarikan kembali kain timur, selain itu, mereka juga memiliki seni kerajinan tenun seperti halnya beberapa daerah penghasil kain tradisional lainnya. Kain tenun yang merupakan tradisi turun-temurun tersebut kini dihidupkan kembali trendnya. Kain tenun khas masyarakat wilayah kepala burung dirancang oleh pengrajin dalam bentuk motif berkotak-kotak dan tersusun panjang. Dari benang SUTRA menjadi kain tenun, kemudian dari kain tenun menjadi rancangan busana masa kini. Harapan saya adalah mengangkat dan memperkenalkan kembali kain tenun masyarakat kepala burung yang punah tersebut sebagai bagian dari kain nusantara warisan Indonesia. Dari bukti foto-foto lama dan catatan sejarah yang berhasil dikumpulkan, terdapat rekaman gaya pakaian masyarakat kepala burung kuno tentang kain timur yang disakralkan oleh masyarakat tersebut. Bukti lain menunjukkan juga bahwa, kain timur ternyata memiliki nilai-nilai sebagai beriktu: - Dapat digunakan sebagai alat pembayaran mas kawing - Alat pembayaran dalam kegiatan perdagangan antara suku di wilayah kepala burung - Kain timur juga bisa diperjual belikan Sehingga untuk menentukan originalitas kain tenun khas masyarakat wilayah kepala burung makin bisa. Bisa jadi kain timur khas masyarakat kepala burung di pengaruhi dari daerah lain, atau malah kain timur mempengaruhi daerah lainnya. Meski demikian, kain timur tenun khas masyarakat kepala burung diganjar bukti-bukti sejarah tentang keberadaannya di wilayah itu. 

 

 


 
B. KAIN TIMUR (BO) DALM TATANAN SOSIAL BUDAYA KEMASYARAKATAN 
         1. Kain  Timur – Bo – Dalam Membayar Perkawinan Dalam maskawin orang Maybrat, Imian, Sawiat sejumlah kain timur yang ternama dan berbobot nilai tinggi (wan safe, bokek, sarim, boirim) menjadi unsur yang pokok di samping sejumlah benda yang bernilai seperti uang. Sewaktu berkunjung ke rumah calon pengantin (samu finya mgiar) untuk melamar, keluarga pihak wanita biasanya menentukan jumlah serta ragam benda maskawin yang harus di serahkan oleh keluarga pihak pria, yang antara lain terdiri dari kain timur (bo) dari golongan yang mereka kehendaki dan uang (pitis) sebagai bagian penting dari pembayaran maskawin wanita, keluarga wanita biasanya meminta jenis kain yang bergengsi seperti wansafe, bokek, sarim, pihak keluarga calon pengantin pria jarang dapat menolak permintaan tersebut untuk menghindari malu karena kehilangan martabat (bobot). Apabila maskawin yang diminta tidak dapat di sediakan oleh pihak keluarga inti pria, maka keluarga inti pria, mereka akan segera
meminta bantuan dari semua kerabat untuk mendapatkannya. 
         Seorang kerabat yang berkuasa dan mempunyai hubungan yang luas tentu mudah mendapatkan benda-benda langka. Dengan demikian pihak keluarga calon pengantin pria sekaligus betapa tinggi dan luasnya kekuasaan kerabat mereka. Sebaliknya, pihak keluarga calon pengantin wanita juga tidak tinggal diam, karena mereka juga akan mengusahakan barang-barang bernilai seperti makanan, babi, minuman enao (saguer) sebagai persen (mbar) kepada keluarga mempelai laki-laki atas porsen terhadap pembayaran maskawin. Kalau pemberian mereka tidak seimbang merekapun akan mendapat malu besar. Pertukaran kain timur bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat memang mengandung unsur martabat dan gengsi, walaupun disamping itu adat pertukaran kain timur juga memperdalam rasa solidaritas antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kegagalan untuk membayar maskawin, seperti yang telah dijanjikan tidak hanya menimbulkan rasa malu yang mendalam pada pihak keluarga mempelai pria tetapi mereka juga akan memberikan anak yang kelak lahir dari perkawinan itu kepada keluarga mempelai wanita untuk diadopsi, kalau pasangan itu tidak mempunyai anak, maka si suami harus bekerja untuk keluarga isterinya sampai hutangnya lunas. Di samping itu, pada pesta perkawinan diundang juga warga klen-klen lain yang biasanya datang ke pesta yang merupakan kesempatan untuk memamerkan kain timur (matir boo) dan saling menukarkannya. Pihak-pihak yang kalah tidak jarang menderita hutang besar dan kalau ia tidak membayarnya, ia wajib bekerja sebagai budak pada pihak yang menang. 
          2. Kain Timur – bo Untuk Membayar Denda Pelanggaran janji yang dianggap paling serius dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dan yang karena itu menurut adat harus dihukum dengan denda-denda adalah perzinahan. Denda yang dituntut dapat dilakukan oleh isteri mapun oleh suami, apabila zinah itu dilakukan oleh isteri maka suami biasanya menceraikan isterinya, yangh berakibat bahwa keluarga isteri harus mengembalikan maskawin, termasuk kain timur yang telah mereka terima sebagai (Boyi), serta beberapa ekor babi semua pasangan itu diambil oleh suami. Sebaliknya apabila zinah dilakukan oleh suami, kadang-kadang juga bisa terjadi perceraian, tetapi kadang-kadang juga tidak. Walaupun demikian karena perbuatan itu dianggap sebagai suatu pelanggaran janji, kerabat suami dikenakan denda dengan mengembalikan kain timur (boyi) yang telah mereka terima dari kerabat isteri, ditambah dengan sejumlah kain timur yang golongannya di tentukan oleh kerabat isteri juga, disertai dengan beberapa ekor babi. Apa bila si suami ingin menikah dengan wanita yang digaulinya itu, maka kerabatnya tentu juga harus membayar boyi kepada kaum kerabat isteri yang baru. 
          3. Kain Timur – bo – Dalam Upacara Kematian Orang Maybrat, Imian, Sawiat membedakan antara orang mati karena umur tua, karena sakit, karena kecelakaan dan karena guna-guna. Dalam semua upacara diperlukan kain timur sebagai salah satu unsur. Apabila harta orang yang meninggal itu banyak dan kekuasaannya besar, maka kain-kain yang dipakai untuk menutup jenazah, atau yang diikatkan pada pohon-pohon dengan jumlah yang lebih banyak plus yang di sobek-sobek dengan kualitas kainnya pun terbaik, tetapi apabila orang meninggal itu miskin, maka sudah cukup sehelai kain yang tidak sangat mahal ditutupi jenazahnya, atau dipotong-potong atau di sobek untuk diikatkan pada beberapa pohon sekitar halaman. Kekayaan dan kekuasaan orang meninggal itupun tampak dari jenis makanan yang tersedia. Apabila kematian seseorang oleh kerabatnya di duga akibat guna-guna, maka para kerabat itu akan meneliti serta melacak orang yang melakukan atau menyuruh melakukan guna-guna tersebut. Apabila orang-orang tersebut telah ditemukan, dan dakwaan terhadap mereka dibenarkan oleh orang-orang terdakwa dengan menggunakan alat uji (fnor) oleh para ahli di bidang itu dan disaksikan oleh para keluarga korban dengan menghadirkan pemimpin masyarakat, maka biasanya orang-orang terdakwa tersebut sulit untuk ingkar. Sebagaimana halnya orang yang melanggar adat, mereka di tuntut bayar denda kepada kerabat orang yang meninggal, yang selalu beruapa sejumlah kain timur. Hingga sekarang ini pembayaran atas kematian ini terus dipertahankan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat. Karena mencari, mengumpulkan dan membeli kain timur memerlukan banyak biaya, dan waktu, hal itu seringkali dapt menggangu konsentrasi orang pada pekerjaan mereka yang lebih produktif dan berguna, sehingga upaya berkembang baikpun terganggu. 
                4. Kain Timur – bo– Dalam Transaksi Perdagangan barang dan jasa Fungsi kain timur – bo – sebagai alat pembayaran dalam perdagangan sebenarnya sudah ada sejak dahulu, ketika para pemburu burung cenderawasih membawa kain-kain tekstil sebagai pengganti peralatan untuk berburu, jasa pemandu, serta bahan makanan selama berburu, dari produk asli. Samapai sekarang pun penggunaan kain timur – bo – sebagai alat pembayaran dalam perdagangan masih terlihat, walaupun alat pembayaran perdagangan modern seperti uang telah berhasil mendominasi dunia, walaupun orang Maybrat, Imian, Sawiat sudah sejak 5 – 6 dasa warsa yang lalu (yaitu masih dalam zaman pemerintahan Hindia – Belanda) mengenal uang. Banyak hal, seperti berbagai peralatan masa kini, makanan dan minuman dalam kaleng, dan tembakau, telah merka beli dengan uang. Namun daging yang mereka beli dari produk (jadi tidak di toko atau kedai) seringkali masing-masing dibayar denagn kain timur, dan upah pun kadang-kadang dibayar dengan uang, walau sebelumnya selalu dibayar upah dengan kain timur – bo. Dalam pertemuan-pertemuan antar pedagang di pasar, di tempat-tempat lain di Indonesia, kita sering melihat kegiatan bermain judi. Di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, berjudi dengan kain timur – boo – sebagai taruhannya, tak jarang menimbulkan akibat-akibat yang negatif seperti yang terurai diatas. 
         5. Larangan dan Munculnya Kembali Pertukaran Kain Timur–Samiya bo– di Daerah Maybrat Imian Sawiat. Ketika pemerintah Hindia-Belanda kembali ke Manokwari seusai perang pasifik, dan menguasai penduduk daerah kepala burung, muncul gagasan pada penguasa untuk menghapuskan aktivitas pertukaran kain timur – semya bo – yang dalam zaman jepang meningkat secra ekstrem dan mengganggu keamanan serta menghambat laju pembangunan di daerah kepala burung, terutama daerah Maybrat, Imian, Sawiat. Setelah pemerintah Hindia-Belanda menelitinya dengan seksama, dan laporan-laporan mengenai aktivitas tersebut di laporkan (Galis 1955 – 56; Bruyn 1957; Dubois 1960), suatu kampanye penerangan yang menggunakan seuab ceritera keramat dalam mitologi penduduk asli yang mengisahkan bahwa zaman bahagia yang sesungguhnya bagi umat manusia akan segera tiba, apabila mereka dapat mengundang kembali nenek moyang itu kembali apabila manusia sanggup menahan diri, terhadap keserakahan serta godaan nafsu, mau menang sendiri dan merugikan orang lain. Maka untuk memudahkan kembalinya nenek moyang segala benda dan harta kekayaan sebaiknya dibuang. Sambutan penduduk asli, terutama golongan kaum muda, di daerah Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Tehit, dan Sedorfayo terhadap anjuran pemerintah itu sangat baik sehingga ketika pemerintah Hindi-Belanda dalam tahun 1957 memberi perintah untuk mengumpulkan semua kain timur – bo – yang ada untuk didaftar atau disita, banyak orang Maybrat, aktif turut mencari dan membujuk dan bahkan memaksa golongan tua serta orang-orang yang kaya untuk menyerahkan kain timur – bo – mereka. Sebenarnya ini merupakan suatu pelanggaran besar yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda Pada waktu itu, karena mereka berusaha menghapuskan warisan budaya orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan cara memusnahkan atau membakar semua kain timur – boo- yang merupakan nilai adat tertinggi bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Hal ini merupakan penjajahan yang memilukan serta sangat mematikan karakter budaya orang lain. Sebenarnya saat ini orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus menuntut kompensasi sebagai ganti rugi kepada pemerintah Hindia Belanda atas pemusnahan budaya mereka pada waktu itu. Walaupun dengan ceritera itu, beribu lembar kain timur – bo - berhasil disita, dan kemudian dibakar, masih banyak orang Maybrat, Imian, Sawiat yang masih menyembunyikannya. Setelah peristiwa itu, selama beberapa waktu, yaitu sampai akhir pemerintah Hindia-Belanda dalam tahun 1962, aktivitas pertukaran kain timur – bo – yang mana tidak hanya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang dimusnahkan habis, melainkan jug di seluruh daerah kepala burung seakan-akan semuanya menjadi hilang hampir musnah seluruhnya, akan tetapi secara terbatas masih ada pada upacara-upacara tertentu, seperti perkawinan dan kematian, karena benda-benda itu dianggap sebagai benda-benda keramat yang mengandung kekuatan sakti yang berfungsi dalam upacara-upacara keagamaan. Dalam hubungan itu pemerintah Belanda mengizinkan penggunaan kain timur – bo – yang telah didaftar dan dicap terlebih dahulu, setelah pihak-pihak yang bersangkutan mengajukan permohonan khusus. Sayangnya setelah pemerintahan di Papua yang sebelumnya Irian Jaya di ambil alih oleh pemerintah Indonesia, aktivitas-aktivitas sosial budaya penduduk pada umumnya dan penduduk Maybrat, Imian, Sawiat pada khususnya tidak difahami, dan didorong keinginan untuk mengeruk untung dengan cara yang mudah, beberapa pedangang yang berasal dari Makasar, Bugis, dan Jawa mengimpor kain timur – bo – kelas “C” seperti boerim, bain, kasuban, han dan lain-lain ke daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang mereka jual dengan harga yang cukup tinggi. Dengan demikian kain timur – bo – mulai beredar lagi di daerah Maybrat, Imian, Sawait dan beberapa perdagangan kain timur – bo – yang bernilai tinggi. Sebenarnya upaya pemberantasa peredaran kain timur – bo – bila dipandang dari ilmu psikologi, merupakan penurunan harkat martabat orang Maybrat, Imian, Sawiat, karena motivasi orang turut dalam perdagangan dan peredaran kain timur – bo – dalam kebudayaan penduduk daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang merupakan suatu hasrat manusia untuk menaikkan martabat dan gengsi atau motivasi manusia untuk berspekulasi untuk menjadi kaya dengan berjudi kain menjadi runtut dengan merujuk pada orang kecil (raa kinyah), yang mana hal itu terjadi karena seorang bobot adalah orang yang memiliki banyak kain timur (bo) akan tetapi seorang bobot itu akan menjadi rakyat kecil (raa kinyah) karena sudah tidak memiliki kain (bo) yang berkelas. Hal semacam ini dapat disamakan dengan istilah ekonomi dengan meminjamkan istilah kata dalam ilmu ekonomi yang disebut (bangkrut), yaitu seseorang yang tadinya dianggap kaya dengan harta sebagai tolok ukur atau barometernya akan dipandang sebagai orang jelata atau orang kecil ketika ia jatuh bangkrut. Demikian seorang bobot akan menjadi seperti seorang kaya yang bangkrut. Walaupun hingga kini banyaknya kain timur – bo – tenunan, orang Maybrat, Imian, Sawiat menganggapnya sebagai bahan yang nilainya kecil (bo ro tna sei), dan mereka lebih menerima kain timur – bo – yang semenjak dulu sudah di pakai yaitu dengan pengertian mereka bahwa kain timur –bo- yang umurnya tua mempunyai nilai lebih tinggi ketimbang yang berumur muda, karena untuk bo yang walaupun sudah berabat tahun, tetapi umurnya itulah yang memberikan suatu nilai tertinggi dan semakin menjadi tolok ukur utama nilainya. 
C. DALAM ACARA PENTING APA SAJA KAIN TIMUR DIGUNAKAN? 
        Perlu diketahui bahwa kain timur ini memiliki nilai yang sakral yang mana kain timur dipakai oleh beberapa suku tertentu di wilayah kepala burung provinsi Papua Barat. Dengan demikian maka kain timur/ adat dapat dipakai dalam prosesi upacara penjemputan tamu pada acara penting, contoh: penjemputan Gubernur dan juga penjemputan Bupati dan lain sebagainya. Sebagai informasi bahwa sejak zaman dahulu hingga tahun 2000 kain timur dipakai hanya dalam bentuk tradisional saja, pada badan seseorang yang siap mau menjemput tamu. Namun dalam perkembangan moderen sekarang, dimana kita melihat dunia MODEL itu tidaklah statis, melainkan selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman Dengan demikian kami merasa perlu untuk mengangkat budaya ini ke permukaan, yang mana berhasil dilakukan desain kain timur sebagai bahan yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Pada tahun 2009 kami berhasail memodifikasi kain timur ini menjad gaun pengantin, pakaian pagar ayu, pengapit (dayang-dayang) dll. Dalam berbagai macam bentuk dan MODEL. Kami telah berhasil menciptakan Busana (paket pengantin) dari bahan Kain Timur contohnya: Baju Gaun Pengantin, Jas pengantin, pakaian pagar Ayu, pakaian untuk Dayang-dayang yang di lengkapi dengan sepatu, kalung leher, kipas-kipas, keranjang bunga, tulis-tulisan selamat datang, mohon Doa restu semuanya ini bermotifkan Kain Timur. 
D. IDE DAN GAGASAN 
           Yang melatar belakangi sehingga saya menggali dan mengangkat Kain Timur ke permukaan adalah bahwa kekayaan budaya dapat terlihat jelas dalam serangkaian tradisi proses perkawinan Adat masyarakat di wilayah Kepala Burung. Rangkaian prosesi pernikahan sebagai tradisi leluhur seyogyanya masih tetap di laksanakan meski dalam tata upacara yang lebih di sederhanakan. Tak terkecuali masyarakat Adat MAYBRAT ketika ingin menikahkan anak-anaknya, serangkaian tradisi penuh makna pun di selenggarakan, suasana sakral dan hikmat kerap mengiringi sprosesi Adat ini. Proses merancang disadari ANACE, Ibu yang akrab di panggil ANIE. NAUW ini sebagai suatu proses belajar terus menerus yang harus di nikmati. Dalam prinsip saya, Talenta Harus di Maksimalkan (Impossible Is Nothing). Saya tidak memiliki back ground, pendidikan formal sebagai Designer, Membuat Gaun pengantin adalah sebuah Hobi saja. Namun bila hobi bisa berkembang menjadi sesuatu yang positif dan menginspirasi orang-orang di sekitarnya, kenapa tidak di seriuskannya?. Karena itu saya yang suka memodifikasikan busana / Kain Adat ini ingin melengkapi kemampuan dalam menyulap wanita untuk tampil cantik seutuhnya dengan belajar merias wajah, perancang Busana Adat yang di modifikasi, dan make up, dua profesi yang ke depannya tentu akan saling melengkapi. Mengawali kiprah saya di dunia pengantin, dengan ikut berperan sebagai PERIAS, lama kelamaan jiwa seni di dalam diri saya makin terasa dan makin kuat saja, di dukung dengan hobi menggambar yang di miliki akhirnya bersiap terjun di dunia Desain Gaun Pengantin yang di modifikasi dari Kain Timur/ dan langsung membekali diri dengan belajar tehnik pola dan desain. 
E. KAPAN PERTAMA KALI DI TAMPILKAN BUSANA ADAT KEPALA BURUNG YANG DI MODIFIKISI INI DAN DALAM ACARA APA? 
               Busana Adat Kepala Burung yang di modifikasi ini pertama kali di tampilkan pada acara pernikahan yang di selenggarakan pada tanggal 12 Agustus tahun 2009 di RESTAURAN DOFIOR jalan baru kota sorong, dan selanjutnya dapat berkembang dari tahun ke tahun hingga tahun 2013 sekarang ini. Perlu di ketahui bahwa Busana ini sangat langkah dan unik yang mana merupakan Busana Adat yang pertama di modifikasi di tanah PAPUA dan PAPUA BARAT. Oleh karena itu maka kami di undang ke provinsi PAPUA mau pun PAPUA BARPAT bahkan sampai merias Pengantin ke JAKARTA pada tahun 2011. Daerah-daerah yang kami sudah kunjungi adalah, Jayapura, Fak-fak, Sorong Selatan, Tambrauw, Maybrat, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan juga Manokwari. Busana Adat Kepala Burung yang di modifikasi ini pertama kali di tampilkan pada acara pernikahan yang di selenggarakan pada tanggal 12 Agustus tahun 2009 di RESTAURAN DOFIOR jalan baru kota sorong, Pasangan Penganten atas nama Keluarga SEPY D . JITMAU. selanjutnya dapat berkembang dari tahun ke tahun hingga tahun 2013 bahkan sampai sekarang ini. F. TRANSIASI KAIN TIMUR - BO Pada mulanya kain timur – bo, hanya digunakan sebagai alat pembayaran maskawin, denda, upacara adat dan kadang dipakai sebagai alat tukar makan. Sekarang dikembangkan menjadi busana moderen seperti busana perkawinan. Bagi kami, busana kain timur adalah symbol identitas, religi, etnisitas, kewibawaan dan memiliki estetika yang bernilai. Selain digunakan sebagi benda ekonomi communal, kami ingin mengembangkannya dalam bentuk moderen untuk menjadi system ekonomi di era globalisasi. G. TANTANGAN DAN HARAPAN Kami melihat adanya tantangan ke depan karena gaun busana kain timur atau kain adat ini pasti mempunyai sisi kekurangan yang lain misalnya seperti tuntutan globalisasi yang serba glamour membuat generasi pemilik warisan kain timur cenderung memilihnya ketimbang busana kain timur. Apalagi bila mereka tidak rasa memiliki dan memahami system nilai dari kain timur itu. Harapan kami ke depan nanti, busana-busana kain timur ini menjadi system nilai yang menggambarkan corak khusus etnisitas-etnis pengguna dan juga menjadikannya sebagai suatu tatanan social ekonomik yang berkembang secara inofatif sehingga tidak kalah bersaing di era globalisasi. Selain itu semoga bentuk busana ini menjadi kearifan local nusantara. 
H. LAMPIRAN FOTO.
 

1 komentar: